Office Jl. Sy. Sulaiman "Blok-Brak" Pesantren Nurul Hasan Banjarsari, Telp. 0335 435173 Kode Pos: 67251 E-mail. nurulhasan@yahoo.co.id Offical Website. www.nurulhasan.co.tv

Jumat, 05 Agustus 2011

Saatnya Santri Melek Internet

Dengan internet, daya jangkau dakwah menjadi sangat luas.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhh2bqbWWy7er5dAl4xvAuQHb6wR2w2Ahh_hbR_UuXz3aTkApvIJ2Imkp8_ocR5919d7pP2kTEOATePTtHOjaXPtRlA7tCoDYGNx7StXuCkoIT3QpjQbRapLiktU_s8voVXE6EQ_HCFG3E/s400/images.jpgInternet tak bisa dilepaskan dalam kehidupan era digital saat ini. Perkembangan teknologi mendorong manusia untuk bersentuhan dengan internet di hampir setiap urusan. Bagaimana dengan kalangan pesantren? Selama ini, ada kesan kalangan pesantren kurang melek teknologi, termasuk internet. Pesantren masih dipersepsikan sebagai lembaga pendidikan yang terbelakang. Jangankan internet, komputer saja masih belum banyak disentuh para santri.

Buku yang terbagi menjadi enam bagian ini bercerita bagaimana kalangan pesantren bersentuhan dengan internet. PT Telkom Indonesia Tbk dan Harian Republika mencoba menyatukan dua sosok, internet dan pesantren, dengan mengadakan pelatihan Santri Indigo. Pelatihan ini diberikan kepada santri di beberapa pesantren berupa pengenalan sampai pemanfaatan internet.

Sebelumnya, pelatihan ini sudah banyak diliput oleh media massa. Untuk melengkapi dokumen yang sudah ada serta memberi nuansa lebih tentang pelatihan tersebut, proses perjalanannya dituangkan dalam bentuk buku.

Bab pertama buku ini mengulas sejarah dan peran pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Di samping itu, pesantren juga sebagai salah satu kekuatan utama dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebagai lembaga yang menjunjung nilai-nilai keagamaan, pesantren telah ikut memberi warna dalam perjalanan bangsa ini sejak zaman perjuangan melawan Belanda, pada masa kemerdekaan, sampai kondisi bangsa terkini. Pesantren telah banyak melahirkan pemimpin bangsa.

Bab kedua buku ini memaparkan berbagai contoh kesenjangan penguasaan teknologi di Indonesia. Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan tak bisa dibendung lagi, namun di Indonesia penyebarannya belum begitu merata. Banyak kendala yang harus diatasi, luasnya negara Indonesia dan banyaknya pulau menjadi salah satu alasan teknologi belum bisa dinikmati secara merata oleh bangsa Indonesia.

Bagian tiga buku dengan ketebalan 189 halaman ini mengulas dilema masuknya teknologi khususnya internet di lingkungan pesantren. Secara gamblang, buku ini menjelaskan mengapa alat komunikasi internasional yang dianggap sebagian masyarakat sebagai sarang kemaksiatan ini layak dipelajari oleh para calon dai di pesantren.

Ibarat pisau bermata ganda, demikian sebutan untuk internet, bisa digunakan untuk hal-hal yang positif, konstruktif, namun juga bisa untuk hal yang negatif. Kehadiran internet tidak untuk ditolak dan dijauhi, namun harus kita dekati, dipelajari, dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat.

Paradigma masyarakat bahwa internet sangat dekat dengan pornografi tidak salah, namun masih terbuka lebarpeluang untuk mengubah internet menjadi sumur pengetahuan, bahkan sebagai media dakwah.

Bagaimana caranya? Para santri yang juga sebagai calon dai harus menguasai teknologi termasuk internet, lalu membanjiri internet dengan konten-konten yang bermanfaat. Juga filtering terhadap konten sampah harus dilakukan. Pun diperlukan peran pemerintah dengan berbagai kebijakan dan peraturan.

Selain itu, upaya untuk menandingi konten negatif di internet diperlukan gerakan massa {mass action) dengan cara membanjiri internet dengan informasi berkualitas.

Di Indonesia, terdapat 45 juta orang telah menjadi penduduk internet. Sebanyak 64 persen di antaranya berusia muda (15-19 tahun). Mereka itulah yang biasa disebut sebagai generasi netizen, artinya generasi yang ketika lahir telah mengenal teknologi informasi. Di antara para penduduk internet Indonesia itulah juga terdapat para santri.

Para santri tidak perlu dilarang untuk mengeksplor sesuatu yang mereka ingin tahu di internet. Namun, bekali mereka dengan dampak negatif dan positifnya internet. Dengan begitu, para santri akan tahu, apa risiko dari tindakan mereka.

Internet adalah fenomena baru bagi para santri untuk berdakwah karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dakwah santri di dunia maya relatif lebih murah namun dengan jangkauan yang lebih luas karena akan dibaca oleh penghuni internet dari berbagai belahan dunia.

Buku ini juga merangkum testimoni dari para kiai dan uslaz tentang pentingnya internet di pesantren sebagai media dakwah. Dipaparkan pula secara matematis pentingnya memutihkan internet. Lebih 1.000 santri telah dilatih dan dibekali pengetahuan internet, 800 weblog telah dibangun, dan mereka siap memutihkan internet.

Dari 14 motivator yang pernah mengajar dalam pelatihan Santri Indigo, mereka juga sepakat untuk memanfaatkan teknologi internet dan mengisinya dengan konten positif. Bahkan, Prof Jimly Asshidiqie mantan ketua MK, dengan tegas mengatakan bahwa kemajuan teknologi seperti sekarang mempermudah kita menggali ilmu dan kesempatan belajar makin terbuka. "Karena itulah, santri harus membuka diri terhadap teknologi." Jika tidak, santri akan tergilas zaman," kata Jimly.

slamet riyanto, ed subroto


SUMBER ARTIKEL : http://bataviase.co.id/




1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar

Silah kan tinggalkan pesan anda dengan bahasa sopan dan santun.


MyBaner

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes